JKT48 FANFICTION - MY FIRST LOVE (JKT48 VERS.)

, 0 Comments



*) Ini Cerpen lama buatan aku, pernah aku posting di blog ini juga pertama kali saat aku memutuskan membuat sebuah blog dan di posting di sebuah blog fanbase. Cerpen Ini aku tampilin lagi ceritanya dengan versi tokoh dari member JKT48. Enjoy yahh~





Cinta Pertama?
Mungkin ini konsep sangatlah basi untuk dibicarakan. Yah siapa yang tak mempunyai cinta pertama?

Cinta pertama itu membuat kita pertama kali mengenal Cinta. Dia adalah orang yang membawa kita dan mengajari kita tentang apa itu cinta. Tak peduli jenis cinta apa yang sedang kita alami pada saat itu. Tapi karena ada dia itulah yang membuat kita seakan merasakan bahwa dunia sedang ada pada saat kita. Tak peduli usia kita pada saat kita pertama kali merasakan getaran gelombang cinta. Memang sulit bagi kita untuk melupakannya. Dia cinta pertama kita dia yang memulainya apakah dia juga yang akan mengakhiri kisah cintanya?

Aku selalu berharap ketika aku menemukan cinta pertamaku dia adalah sosok pria yang tampan, baik hati, pintar, tak sombong dan juga dia adalah tipe lelaki setia. Aku juga berharap ketika aku menemukan cinta pertamaku disitulah usiaku sudah matang, aku sudah mengerti dan mengenal apa itu cinta. Sehingga aku tak tertipu lagi dengan kepolosannya dan kalimatnya yang terlalu berlebihan untuk selalu aku ingat. Namun ternyata apa yang aku harapkan tak selamanya menjadi kenyataan. Aku mengenalnya secara kebetulan. Dia yang tiba tiba datang disaat aku masih polos. Disaat aku tak begitu tahu apa itu cinta. Disaat aku mengira bahwa cinta itu adalah milik orang dewasa saja. Namun ternyata cinta itu bisa dirasakan oleh semua umur. Termasuk dia. Dia cinta pertamaku.

Namanya Calvin. Aku tak terlalu mengenalnya. Bagiku dia adalah sosok yang menyebalkan. Aku tak menyukainya ketika aku pertama kali masuk ke sekolah berseragam putih biru tersebut dia adalah orang yang sering mengejekku. Saat itu aku mengaku  bahwa aku bukanlah gadis yang fashionable seperti gadis gadis yang sering ia temui sebelumnya. Dandananku pun tak sesuai dengan kriteria para cowok cowok pada umunya. Bisa dibilang awal aku menginjakkan statusku di seragam putih biru tersebut aku adalah seorang yang culun. Tak bisa modis dan tak menarik sama sekali.

“Ndel, lo udah tau belom lo masuk kelas apa?” Michelle mencoba membuka percakapannya padaku pada saat ia melihatku didepan gerbang sekolah.

“Udah gue kelas 7c” Jawabku sambil berjalan menuju kelasku

“Oh kalo gitu sama donk, kita satu kelas bareng. Kalo gitu kita kekelas bareng bareng yah” Ucapnya sambil mengekor dibelakangku

Aku tak begitu ingat darimana aku mengenal Michelle. Karena aku baru di kota ini. Aku ikut dengan tanteku yang sendirian dikota ini jadi berkat tantekulah aku mendapatkan teman. Seperti yang sudah kukatakan bahwa aku tak terlalu baik dalam pergaulan bisa dikatakan aku orangnya sedikit tidak terlalu terbuka. Jadi begitulah pada saat itu aku bisa menghitung dengan jari berapa orang yang sudah aku kenal. Tak terlalu banyak tapi itu sudah cukup bagiku.


“Eh lo anak baru itu kan?” Seorang pria berteriak dari arah samping ,aku melihatnya sekilas seorang pria dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi pada saat itu tetapi ia cukup mempunyai wajah yang menjajikan. Dia kembali melihatku entah darimana dia bisa mengetahui bahwa aku baru dikota ini. Mungkin karena aku cukup berbeda dari anak anak lainnya. Aku melihatnya bersama teman temannya sedang berbisik bisik dan kemudian mereka tertawa. Tawa mereka cukup untuk membuatku geram dan melanjutkan kembali berjalan menuju kelasku. Setelah aku dan Michelle melangkahkan beberapa langkah kaki pria itu kembali lagi berteriak ke arahku.

“Eh, gue kira lo cantik ternyata loe jelek yah, Haha bahkan lebih jelek dari betty lafea. Hahaha”

Batinku cukup sakit untuk mendengar kata kata yang barusaja ia ucapkan tersebut. Aku tidak terlalu mau membalas ucapannya disitu aku berfikir bahwa aku masih baru dan aku belom mempunyai cukup teman untuk membelaku jadi aku putuskan untuk tidak memperdulikannya. Aku kembali lagi berjalan menuju kelasku.

Dikelas aku masih ada perang batin, ingin rasanya aku memukul pria tersebut. Aku ingin menggunting rambutnya bahkan membawakan satu kilo cabe rawit untuk menyumpal mulutnya agar ia tak mengatakan hal tersebut. Tapi apa yang bisa aku perbuat. Aku hanyalah sendiri. Aku hanya bisa mengalah pada saat itu.

Beberapa bulan kemudian dia masih saja bersikap sama. Aku selalu saja menjadi korban ledekannya. Aku tidak tahu kenapa dia selalu meledekku. Apa yang salah pada diriku. Haruskah aku memohon padanya agar dia tidak terus terusan mempermalukanku. Terkadang aku merasa malu ketika aku berjalan dan melewatinya saat dia bersama dengan teman temannya dia seringkali mengejekku.

“Eh liat tuh gadis buruk rupa”

“Heh gadis buruk rupa sana pergi lo, males liat muka lo”

“ Dasar gadis jelek, Haha”

Begitulah kalimat yang sering aku dengar dari mulutnya. Aku tak pernah mengelak dan menyangkal bahwa apa yang dia katakan itu bohong. Apa yang dia katakan memang benar aku hanyalah seorang gadis yang tak cantik. Mungkin aku cocok dengan gambaran betty lafea pada saat itu. Tapi bedanya aku tidak menggunakan kacamata.

Pada saat pulang sekolah aku berjalan sendiri untuk pulang aku melihatnya baru keluar dari kelas tapi aku tak mau mempedulikannya. Kulangkahkan kakiku untuk segera cepat dalam berjalan namun aku melupakan suatu buku yang aku tinggalkan dilaci meja kelasku. Aku pun berbalik dan aku tidak sengaja menabraknya. Tidak pada saat itu kami bertabrakan aku melihat dengan jelas wajahnya, begitupula dia mungkin pada saat itu dia menatapku dengan heran karena wajahku sangat jelek. Apalagi itu sudah pulang sekolah dan cuaca sangat panas panasnya disitu. Tak terbayang betapa buruknya wajahku pada saat itu. Setelah kami tersadar dia menatapku seolah olah akan menerkamku.

“Eh jelek makanya lain kali kalo jalan liat liat donk, lo punya mata gak sih”

“Udah tau jelek masih aja ceroboh, gimana nanti kalo gue ketularan jeleknya sama kaya elo, bisa bisa gada lagi cewek yang mau sama gue” Ucapnya terus menerus sambil memarahiku.

Aku terus memandanginya rasanya batinku semakin tertekan dengan ucapannya. Mungkin benar kesabaran itu pasti akan habis pada waktunya. Dan kini kesabaranku sepertinya sudah berakhir aku tak kuasa menahan rasa amarahku padanya. Aku mulai menatap wajahnya dan akupun memberanikan diri menatap matanya itu.

“Gue gak tahu apa salah gue sehingga elo sering ngejek gue. Asal lo tau biarpun gue jelek tapi gue gak sejelek hati elo yang gampang mempermainkan perasaan wanita begitu saja” Ucapku sambil menitikkan air mata. Aku berlari menjauhinya dan berusaha untuk menghapus air mataku. Sepanjang perjalanan aku selalu mengingatnya. Aku mulai merasa bahwa aku membencinya. Dia menyebalkan amat sangat menyebalkan. Aku memutuskan pada saat itu aku harus memulai perubahan dalam diriku sehingga tak ada lagi yang mengejek dan menghinaku lagi.

~~


Beberapa bulan kemudian tak terdengar lagi suaranya mengejekku. Saat aku berjalan melewatinya dia hanya diam saja. Teman temannya pun seolah mengatakan bahwa aku ada disitu dan menyuruhnya untuk kembali mengejekku seperti biasa namun tak sedikitpun keluar kata kata dari mulutnya. Akupun heran melihatnya. Sampai suatu saat teman sekelasku yang kebetulan adalah teman dekatnya datang memberiku sebuah surat. Tak perlu susah dan lama akupun membuka surat itu sebelum aku membaca surat itu aku menanyakan dari siapa surat itu berasal. Aku heran dengan jawaban dan isi surat tersebut.

“Nih ada surat buat lo” Hendra menyodorkan selembar kertas yang telah dibuat menyerupai surat kecil. Aku melihat surat yang ia pegang dan menerimanya kemudian aku menatap mata Hendra tersebut dengan penuh tanda Tanya

“Dari siapa?” Ucapku heran

“Dari Calvin” Balas Hendra sambil pergi meninggalkanku. Aku melihat dia pergi kemudian aku duduk dan membuka surat tersebut memang konyol pada saat itu sebuah ponsel belom terlalu banyak beredar apalagi dikalangan para pelajar. Jadi sepertinya suratlah yang masih mendominasi pada saat itu.

Dear Andela,
Maaf karena selama ini aku banyak menyakitimu.
Maaf karena membuatmu menangis pada saat itu.
Aku tahu aku salah. Dan aku sungguh sungguh meminta maaf padamu
-Calvin-


Begitulah tertera disurat tersebut. Michelle yang notabene teman sebangkuku melihatku membaca surat ia pun melihatnya dan melihat nama pengirimnya dia menatapku sesaat.

“Dari Calvin? Hati hati dia Playboy, bisa jadi lo lagi diincar sama dia, apalagi sekarang lo kan makin cantik” Ucap Michelle, seolah kata katanya itu meyakinkanku.

Aku kembali melihat surat itu dan kembali lagi memikirnya kata kata Michelle. Yah aku sudah mendengar beberapa gossip yang mengatakan tentang Calvin seorang playboylah suka gonta ganti cewek lah. Namun itu tak bisa menyangkal perasaanku. Ada perasaan aneh saat aku menerima surat ini. Namun aku tak berniat sama sekali untuk membalasnya. Aku berfikir jika dia memang tulus ingin meminta maaf padaku kenapa dia tidak mengatakannya langsung. Kenapa harus melalui surat.

Setelah itu aku kembali lagi masuk kesekolah hari ini adalah pelajaran olahraga. Pelajaran yang tidak aku sukai. Apalagi saat itu adalah lari aku sangat membencinya harus ku akui segala bidang olahraga tak ada yang bisa ku kuasai kecuali melempar. Tapi mana ada olahraga melempar. Aku pun berpura pura sakit dan aku dipersilahkan untuk duduk dan melihat teman temanku berolahraga. Pada saat itu aku seperti melihat bayangan orang yang sedang memperhatikanku. Namun ketika aku melihatnya kembali aku tak mendapatinya. Dia hilang begitu saja.

“Eh Ndel, lo ngeliatin apa” Hendra mengagetkanku dia duduk disampingku

“Elo udah selesai olahraganya?” Ucapku mengalihkan pertanyaan sambil menggeser tempat dudukku

“Udah, oh iya gue mau nanya kenapa elo gak balas surat dari Calvin?” Tanyanya

“Kenapa ? dia nanyain itu?” Tanyaku kembali

“Iya dia ngaku kalo dia bersalah. Trus minta gue bilang ke elo supaya elo mau bales suratnya itu” Ucapnya kembali

“Buat apa gue ngebalasnya? Kalo emang dia salah dan mau minta maaf dia minta maaf aja langsung gak perlu pake surat kan?” Ucapku dengan nada sedikit ada penekanan

“Ia juga sih, tapi dia masih belo berani nemuin lo. Jadi mending untuk saat ini pake surat aja katanya” Ucapan Hendra barusan membuatku heran dan bertanya Tanya

“Kenapa dia gak berani?” Tanyaku dan Hendra menggeleng. Aku menatap ke arah lain dan berusaha berpikir bagaimana untuk menyelesaikan persoalan ini.

Hari itu pada saat istirahat aku memberi Hendra sebuah surat balasan untuk Calvin, dia tersenyum kepadaku kemudian dia pergi menemui sahabatnya itu.

“Dasar aneh mau maunya sih elo jadi tukang pos” Ucapku dalam hati sambil melihat Hendra pergi berjalan meninggalkan kelas

Pulang sekolah aku tidak menyangka Calvin berdiri disamping pintu kelasku. Aku melihatnya sekilas dan kemudian Hendra berdiri membisikan sebuah isyarat padaku

“Lo tunggu dulu Calvin mau ngomong sesuatu sama lo” Ucap Hendra kemudian dia berjalan menuju pintu dan seolah mengatakan pada Calvin. Aku melihat sekelilingku tidak ada orang kecuali masih ada Aku, Calvin dan Hendra yang masih terlihat pada saat itu. Aku duduk di meja guru. Aku memasukkan buku yang dari tadi ada dtanganku kedalam tas. Kudengar sebuah langkah kaki berjalan menuju kearahku.

Kuarahkan pandanganku padanya. Dia masih sama tak ada yang berubah darinya matanya, hidungnya, mulutnya tak ada yang berubah sedikitpun. Ada sedikit perasaan gelisah yang terserit didadaku pada saat itu. Ingin sekali aku melarikan diri dan memutuskan untuk tidak melihatnya lagi. Namun niat itu aku tunda aku mulai menegakkan badanku seolah mengatakan bahwa aku tak takut padanya dia menatapku kembali.

“Andela, maaf ya karena waktu itu gue bikin elo nangis” Ucapnya dengan nada sendu. Aku terdiam aku bingung apa yang harus aku katakan padanya. Apakah aku harus marah apakah aku pergi meninggalkannya langsung seolah tak ingin mendengar penjelasan dan maaf yang keluar dari mulutnya. Bukankah aku yang menyuruh Hendra untuk mengatakan pada Calvin bahwa Calvin harus menyampaikanya langsung. Dan surat balasan itu? Aku lupa. Aku ingin sekali memukul kepalaku seolah aku ingin memarahinya kenapa aku bisa berfikir menulis isi surat seperti itu padanya.


Calvin, Pulang sekolah kalo loe memang punya nyali temui gue dan minta maaf langsung! Buktikan kalo elo bukan seorang pengecut.
-Andela-


Aku tak menatap Calvin aku menundukkan kepalaku. Aku merasa bodoh untuk membalas surat dengan isi seperti itu.

“Ndel, gue tahu gue salah, gue akan ngelakuin apa yang lo minta asalkan elo maafin gue, plis maafin gue ndel” Ucapnya dengan mimic sedih dan seperti tak dibuat dibuat. Bahkan yang membuat aku terkejut ketika melihat dia berlutut dan memohon padaku, aku kaget sangat kaget dibuatnya

“Udah Vin, udah lo tenang aja udah gue maafin kok” Ucap gue sambil membantunya berdiri kembali

“Beneran?” Tanyanya

“Iya “ Jawabku kembali dan membantunya membersihkan sedikit debu dibadannya. Dia menatapku kembali.

“Ndel, elo mau nggak jadi pacar gue? Gue janji selama gue jadi pacar lo gue akan nebus kesalahan gue, plis” Calvin langsung menanyakan hal itu langsung aku bengong dibuatnya. Aku tak tahu harus menjawab apa tapi entah apa yang ada dikepalaku saat itu. Aku menundukkan kepalaku bermaksud untuk memikirkan jawaban untuk diberikan kepadanya namun sepertinya dia salah sangka dia mengira aku menerimanya. Dia berteriak pada saat itu. Berteriak kegirangan seperti saat seorang cowok yang diterima saat ia menyatakan cintanya pada cewek yang ia cintai.

“Yee, thanks ya ndel, gue pasti akan selalu mencintaimu” Itulah ucapannya yang selalu aku ingat. Dan membuatku geli saat mengingatnya. Cinta itu masih cinta monyet namun kita seperti orang dewasa yang terlihat serius dalam menjalani suatu hubungan.

Bulan demi bulan aku lalui bersama Calvin, dia ternyata tak seburuk yang aku kira. Dia baik. Bisa dikatakan baik banget malah. Akupun harus menarik ucapanku yang mengatakan dia menyebalkan. Ternyata tidak. Ketika aku berjalan sendiri melewati kakak kelasku dia datang mendampingiku. Aku senang ketika bersamanya aku merasa dia adalah pria yang memang menjadi kekasihku kelak. Bukan hanya saat ini namun berharap untuk hari hari selanjutnya juga.

Namun ternyata kisah kita tak berakhir sampai disitu angkatan barupun mulai datang dan itu membawa beberapa gadis gadis cantik dan segar dihadapannya. Dia kembali lagi dengan sifat playboynya yang sudah hilang sejak berpacaran denganku. Aku mulai merasa takut ada kecemasan dan kekhawatiran dalam diriku akan sifatnya. Yah memang susah untuk membuat seorang playboy untuk tobat. Bahkan walau kita sudah berpacaran cukup lamapun tak menjanjikan bahwa sifat playboynya akan menghilang begitu saja. Aku sangat sakit hati melihat Calvin pedekate dengan adik kelasku,Milen namanya. Dia mungkin lebih cantik dan kaya dariku tapi secara latar belakang dia tak sesuai denganku. Latar belakang keluarganya cukup terkenal sehingga membuatku mengetahui bahwa Milen dan Calvin sama sifatnya.

Alhasil hubungan yang telah aku jalin selama 8 bulan terputus karena kehadiran Milen, ternyata Calvin lebih memilih untuk bersama Milen saat ini. Baiklah aku menerima keputusannya itu. Tak lama juga akupun berpacaran dengan Diego dia adalah kakak kelasku. Aku tak tahu kenapa aku bisa berpacaran dengan kakak kelasku tersebut. Tapi hubunganku dengan Diego sama seperti hubungan Calvin dengan Milen hanya bertahan beberapa bulan.

Bulan pun berlalu aku dan Calvin memutuskan untuk kembali lagi memulai  hubungan itu. Calvin berjanji bahwa ia akan setia padaku. Yah setidaknya ia mengatakannya dan ia menepatinya beberapa bulan.

~~


Angkatan baru muncul kembali kini aku menjadi kakak kelas tertua itu berarti aku menjadi kakak kelas yang disegani oleh angkatan dibawahku. Aku tak bisa menyangkal jika sifat Calvin itu kembali lagi. Aku mendengar dari temannya bahwa cakka sedang sibuk pedekate dengan adik kelas baru. Dan aku terkejut ketika mengetahui siapa yang menjadi incara Cakka selanjutnya. Dia adalah Cia.

Aku dan Cia sudah cukup saling mengenal bahkan aku menganggap Cia seperti adikku sendiri. Aku tak kuasa menahan tangis saat Calvin memutuskanku secara sepihak demi Cia. Aku tak bisa mengungkiri Ciaa saat itu masih 12 tahun jadi ia masih tidak tahu apa apa sedangkan aku,aku sudah mau berusia 15 tahun yang sedang proses pembelajaran pendewasaan. Namun aku berusaha untuk tidak menyalahkan Cia seperti pada gadis gadis yang selama ini menjadi pacar Calvin.

Namun aku tak tahu apa yang membuatku begitu sakit ketika melihat Cia dan Calvin. Aku melihat banyak kesamaan pada mereka. Huruf depan inisial nama mereka yang selalu menjadi lambang mereka berdua. Mungkin sifat Cia yang ceria yang berbeda denganku. Sifat Cia yang asik dan sebagainya. Namun aku tidak bisa menyangkal akan perasaanku pada saat itu. Sakit sekali rasanya Calvin memutuskanku secara sepihak tanpa menjelaskan apa apa padaku.

Dibelakang kelas menjadi saksi banyaknya air mata yang keluar dari mataku. Aku tak peduli apa tanggapan orang orang yang melihatku seperti itu. Yang terpenting untuk saat itu aku hanya ingin meluapkan amarah dan kekecewaanku dengan menangis. Michelle kembali datang dan terus menghiburku bahkan ia selalu memberikanku masukan bahwa aku harus kuat dan tidak boleh lemah.

“Ndell, masih banyak cowok lain diluar sana yang lebih menyayangimu, aku yakin kamu pasti bisa menemukannya suatu saat nanti” Michelle mengucapkan hal itu sambil mengusap airmataku dan kemudian memelukku.

**


Pada saat aku berulang tahun yang ke 15 aku tidak menyangka dia akan memberikanku sebuah kado, seingatku aku bahkan tak pernah mengundangnya di acara pesta ulang tahun yang kurayakan bersama teman temanku. Bahkan Cia pun pada saat itu aku undang. Yah Cia dan Calvin sudah putus. Namun aku masih bersikap seolah tak ada masalah walau masih ada bekas luka yang tersisa.

Lagi lagi aku menerimanya dari Hendra, sahabatnya itu. Hendra memberikanku sebuah bingkisan selang satu minggu setelah ulangtahunku. Aku tahu bahwa dulu Hendra sudah menyukaiku namun ketika dia mengetahui bahwa sahabatnya Calvin juga menyukaiku dia mengundurkan diri dan dia lebih memilih untuk mengorbankan perasaannya daripada kehilangan sahabatnya. Cukup dramatis bagiku.

“Nih buat elo” Hendra menyodorkan sebuah bingkisan kado bewarna coklat tersebut

“Dari siapa?” Tanyaku

“Didalam ada suratnya ntar pasti lo tau” Ucapnya dengan jelas dan kemudian meninggalkanku. Aku masih menatap bingkisan besar itu dan mengira ngira apa isinya.

Sampai dirumah aku bergegas menuju kamar dan membuka bingkisan itu. Setelah aku membukanya aku melihat sebuah bantal hati dengan ukuran besar. Aku memegang bantal itu ditengah bantal itu ada tulisan “ I LOVE YOU”

Aku kembali menatap bantal itu dan aku menemukan surat yang terselip dibantal itu.


Dear Andela
Happy Birthday, biarpun kita tidak bersama tapi aku akan selalu ada bersamamu.
Jika aku tak ada bersamamu dikehidupan nyata ijinkan aku bersamamu dimimpimu.
Bawalah aku bersamamu dalam mimpimu. Aku berharap ketika kamu tidur menggunakan bantal ini kamu akan memimpikanku. Di mimpi itulah kita berdua akan bersama tanpa ada satu orangpun yang akan mengganggu kita.
Kamu tahu alasan aku pertama kali menyukaimu?
Ya karena kamu menangis. Kamu terlihat sangat cantik saat menangis. Aku tidak tahu kenapa. Aku tidak berharap kamu terus terusan untuk menangis agar kamu terlihat cantik. Tapi aku berharap agar kamu tidak menangis didepan orang. Aku takut mereka yang melihatmu akan menyukaimu. Egois memang sifatku tapi aku tak bisa menyangkalnya. Aku akan tetap pada janjiku. Aku selalu mencintaimu.
Happy Birthday Andela. I LOVE YOU
-Calvin-



Airmataku tak terasa keluar dari mataku. Aku menangis membaca tulisan tersebut aku tidak menyangka ternyata Calvin masih menyimpan perasaan yang sama sepertiku. Aku benar benar merasa tidak ingin kehilangannya.


~~



Setelah beberapa bulan aku melihatnya berpacaran dengan Elaine, satu angkatanku. Menurutku Elaine tidaklah cantik. Dia hanya cewek biasa. Mungkin dia pintar itulah kelebihannya dimataku. Aku tidak tahu kenapa Calvin bisa memilih Elaine? Padahal sebelumnya yang aku tahu Calvin tidak tertarik untuk memacari gadis gadis yang “pintar” namun kali ini Calvin melakukannya. Aku melihat dari kaca jendela saat Calvin memberikan bunga pada Elaine, bahkan saat itu teman temanku sibuk menyoraki Calvin dan Elaine yang terlihat mesra. Aku lemas melihatnya. Aku kembali lagi duduk dibangkuku aku tak peduli apa yang akan dilakukan Calvin selanjutnya. Tiba tiba Nadse datang menghampiriku.

“Elo gak cemburu Ndel liat Calvin sama Elaine berduaan mesra mesraan kaya gitu?” Tanyanya dengan serius

“Nggak kok kita kan udah nggak ada hubungan apa apa lagi, buat apa aku cemburu” Ucapku seolah menyakinkan Nadse. Padahal apa yang aku ucapkan bertolak belakang dengan kenyataan yang ada didalam hatiku sebenarnya. Aku diam aku hanya memikirnya UN yang sudah ada didepanku ketika itu.

Sebelum UN aku pernah bertemu dengan Calvin sekali aku melihatnya sedang membaca buku pelajaran. Hal yang aneh yang pernah aku lihat. Selama ini aku tak pernah melihat Calvin membaca buku pelajaran. Bahkan nilai nilainya saja selalu masuk dalam daftar remedial. Aku berfikir mungkinkah Elaine yang melakukan ini. Kemudian aku melihat Elaine berjalan ke arahnya dan duduk disampingnya. Aku cukup mengetahui jawaban apa kehebatan Elaine dan kenapa Calvin bisa lebih memilih Elaine daripadaku.

“Elaine bisa membuat Calvin lebih baik sedangkan aku?” Aku menanyakan hal itu dengan nada sedih dalam hatiku. Kemudian aku meninggalkan untuk melihat mereka aku kembali lagi focus pada UNku. Dan bersiap untuk mempersiapkan sekolah baru.


**


UNpun telah selesai. Kini kita semua lulus. Aku berpelukan dengan teman temanku setelah menunggu beberapa jam pengumuman. Aku lega tapi aku sedih. Aku sedih karena setelah ini aku akan kembali lagi ke kota asalku dan meninggalkan seluruh kenangan yang ada disini. Aku juga sedih tak bisa lagi melihat Calvin kembali. Aku menundukkan diriku hari itu sambil menatap lembar hasil UNku.

“Selamat ya kita semua lulus”

Aku mendengar suara yang selama ini aku rindukan. Suara yang dulu selalu menemaniku. Suara yang hilang akhir akhir tahun ini. Suara itu datang kembali aku menatap si pemilik suara kemudian tersenyum kepadanya.

“Selamat” Ucapnya sambil member isyarat tangannya yang mau berjabat tangan dengaku. Akupun mengulurkan tanganku dengan niat membalas uluran tangannya dan mengucapkan selamat tinggal dalam hatiku.


“Elo mau balik ya ke kota lo?” Ucapnya

“Lo tau darimana?” Tanyaku

“Michelle yang bilang”

Aku diam aku membisu seketika disitu, aku tak tahu harus mengatakan apa lagi. Hanya diam yang bisa menjadi jawabanku seketika itu.

“Gue harap lo disana bahagia yah, jangan lupa sama gue, eh sama kita maksudnya” Ucapnya sedikit bercanda. Aku kembali menatapnya aku melihat matanya seolah sedih menatapku tapi ia berusaha untuk menutupinya.

“Gue kesana dulu ya” Calvin mengucapkannya sambil berlalu. Namun setelah beberapa langkah dia kembali lagi menatapku. Aku pun kembali menatapnya. Ia seperti orang yang hendak mengungkapkan sesuatu namun ia gelisah untul mengatakannya.

“Ndel, biarpun selama ini gue sering salah sama lo tapi terimakasih elo telah hadir di hidup gue, dan elo adalah mantan gue yang terindah sekaligus first love gue ndel, gue harap kita akan bertemu lagi suatu saat nanti” Ucapnya sembari tersenyum dan meninggalkanku tanpa ingin mengetahui apa jawabanku

“Gue juga vin, elo first love gue dan elo adalah hal terindah yang pernah sempat gue miliki” Jawabku sambil menangis.

Kini tak ada lagi Calvin dalam kehidupan gue. Gue tetap Andela gadis dewasa yang hidup tanpa Calvin. 7 tahun berlalu dan entah kenapa gue masih belom bisa melupakannya. Masih ada sedikit ingatan ttg dia. Yah Calvin yang pernah menjadi belahan gue dan masa lalu gue.

“Gue harap suatu saat kita akan bertemu kembali. Kalo emang kita berdua jodoh pasti ada saatnya kita dipertemukan kembali” Ucapku sambil memeluk bantal hati itu. Bantal yang selalu menemaniku setiap saat itu.


"I will always waiting you, My Frist Love"




end